Senin, 16 Juli 2012

02 DALIL TENTANG WAJIBNYA CADAR


A. DALIL DARI AL-QUR’AN
1.  Dalil Yang Pertama: Qur’an  Surat Al-Ahzab : 59
}يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَحِيماً{
Artinya:Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu`min, Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
               Ulama tafsir menyebutkan bahwa sebab turunya ayat ini adalah karena wanita-wanita madinah saat itu keluar rumah dimalam hari untuk membuang air besar diluar rumah, ritempat yang luas dan jauh dari keramaian, mereka tidak bisa dibedakan dengan budak-budak wanita (al-ima'). Sehingga mereka diganggu oleh sebagian orang-orang fasiq, mereka kira bahwa wanita-wanita itu adalah budak, kemudian allah subuhanahu wata'ala memeerintahkan rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam memerintahkan para istrnya, anak-anak wanitanya dan istri-istri kaum muslimin untuk memakai cadar.
               Ibnu Abbas Berkata terhadap ayat ini: allah subuhanahu wata'ala memerintahkan wanita-wanita mukminin untuk menutup wajahnya dengan jilbab dan menyisakan satu mata" [1]
               Inilah tafsir ibnu abbas terhadap  ayat ini. Ingatlah, bahwa perkataan sahabat adalah hujjah. Bahkan sebagian ulama berkata: perkataan ini adalah disandarkan kepada rasulullah shollaallaahu alaaihi wasallam.
               Dan perkataan ibnu abbas: " Dan menyisakan satu mata". Ini adalah sebagai rukhshoh (keringanan bagi wanita), agar ia bisa melihat dengan jelas ketika jalan. [2]
               'Abidatu Assalmany Berkata: menutup semua wajaah sampai tidak ada yang tampak kecuali mata yang sebeelah kanan.5
               Ummu Salamah, istri Rasulullah Shollallahu 'Aalaaihi Wasaallam Berkata ketika ayat ini turun: perempuan-perempuan anshar, diatas kepala mereka seperti ada yang menjanggal, itu adalah kain yang mereka pakai untuk menutup kepala dan wajah mereka"

2. Dalil Yang Kedua: Qur'an Surat An-Nuur : 31
{وَقُل لِّلْمُؤْمِنَتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَرِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ ءَابَآئِهِنَّ أَوْ ءَابَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَآئِهِنَّ أَوْ أَبْنَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِى إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِى أَخَوَتِهِنَّ أَوْ نِسَآئِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَنُهُنَّ أَوِ التَّبِعِينَ غَيْرِ أُوْلِى الإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُواْ عَلَى عَوْرَتِ النِّسَآءِ وَلاَ يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ وَتُوبُواْ إِلَى اللَّهِ جَمِيعاً أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ }.
Artinya: Katakanlah kepada wanita yang beriman, Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang nampak dari padanya.
Ayat ini adalah dalil wajibnya cadar dengan beberapa alasan:

Pertama: sesungguhnya allah subuhanahu wata'ala memerintahkan wanita untuk menjaga kehormatan ( kemaluannya). Dan cadar meruapakan wasilah untuk itu. Karena wajah adalah sumber fitnah, orang akan memandang seseorang dari wajahnya, bukan dari yang lainya. Bagaimanapun juga orang akan menikmati kecantikan seseorang itu melalui pandanganya, sebagaimana rasulullah bersabda:
 «العينان تزنيان وزناهما النظر» إلى أن قال: «والفرج يصدق ذلك أو يكذبه»
Artinya: “kedua mata adalah dua perhiasan yang selalu dihiasi oleh pandangan” sampai beliau berkata: “kemaluanlah yang akan menjadi saksi benar atau dusta pandangan itu”.
Oleh karena itu, wajah wajib untuk ditutup karena menutup wajah adalah wasilah untuk menjaga kehormatan dan kemaluan. Kaedah usul fiqih sudah masyhur dikalangan ulamaa usul fiqih yaitu:
الوسائل لها أحكام المقاصد.
Artinya: "Dan washilah meiliki hukum maksud"

 Kedua: Firman Allah Subuhanahu Wata'aala:
وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ ءَابَآئِهِنَّ أَوْ ءَابَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَآئِهِنَّ أَوْ أَبْنَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِى إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِى أَخَوَتِهِنَّ أَوْ نِسَآئِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَنُهُنَّ أَوِ التَّبِعِينَ غَيْرِأُوْلِى الإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُواْ عَلَى عَوْرَتِ النِّسَآءِ وَلاَ يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ وَتُوبُواْ إِلَى اللَّهِ جَمِيعاً أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ }.
Artinya: Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya,dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”.
               Al-khimar adalah sesuatu yang digunakan oleh wanita untuk menutup kepalanya. Jika diperintahkan untuk menutup pundaknya maka wajah adalaah termasuk karena perintahnya adalah mulai dari kepala. Dan apabila diperintahkan untuk menunup leher dan dadanya maka muka adalah lebih utama utnuk ditutup. Karena fitnah muka lebih besar dari fitnah leher atau pundak. Karena muka adalah  tempat kecantikan dan pusat fitnah.
               Seorang ketika bertanya tentang kecantikan tidak bertanya tangan dan pundak atau yang lainya. Begitupun ketika seorang berkata: si fulanah cantik, tidak bermaksud tangan atau kakinya. Akaan tetapi yang dimakssud adaalah wajahnyaa. Jika seperti itu, bagaimana mungkin kita memahami syari'at islam yang agung penuh hikmah ini memerintahkan untuk menutup dada dan leher tapi tidak memerintahkan untuk menutup wajah yang dimaanaa wajah adalah ssumber dan pusat fitnah.. maka oleh karena itu, wajah adaalah lebih wajib untuk ditutup dati anggota badan yang lainya.

 Ketiga: sesungguhnya allah subuhanahu wata'ala melarang untuk menunjukkan perhiasaan. Dan larangan ini adalah muthlak, kecuali yang harus untuk tampak seperti pakaian dan baju, oleh karena itu allah subuhanahu wata'ala berfirman:
{إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ ءَابَآئِهِنَّ أَوْ ءَابَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَآئِهِنَّ أَوْ أَبْنَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِى إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِى أَخَوَتِهِنَّ أَوْ نِسَآئِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَنُهُنَّ أَوِ التَّبِعِينَ غَيْرِ أُوْلِى الإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُواْ عَلَى عَوْرَتِ النِّسَآءِ وَلاَ يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ وَتُوبُواْ إِلَى اللَّهِ جَمِيعاً أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ }
Artinya: Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya,dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”.
               Didalam ayat ini allah tidak mengatakan إلا ما أظهرن منها akan tetapi allah mengatakan إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا. Kemudian allah subuhanahu wata'ala melarang untuk menampakkan ziinah (perhiasan) kecuali kepada orang-orang yang di kecualikan allah dalam aayat itu yaitu mahram. Ini menunjukkan bahwa ziinah yang kedua bukan ziinah yang pertama.
               ziinah yang pertama adalah perhiasan yang Nampak bagi semua orang, yang tidak mungkin bisa ditutup.
               Adapun ziinah yang kedua adalah ziinah yang tersembunyi (ziinah baathinah). Kalau seandainya perhiaasaan ini boleh ditaampakkaan maka allaah tidak akan meenjaadikaannya umum di ziinah yang pertamaa dan mengecualikan di ziinah yang ke dua.

 Ke empat:  Sesungguhnya allah subuhanah wata'ala memberikaan keringaanan kepada laki-laki yang tidak memiki keinginan terhadap wanita dan anak-anak yang belum balik yang belum faham terhadap aaurat wanita untuk boleh melihat ziinah yang kedua (baathinah). Ini menunjukkan kepaada dua perkara:
1.      Bahwa ziinah yang baathinah tidak boleh ditampakkan kecuali kepada dua orang itu.
2.      Bahwa 'illat hukum dalam hal ini adalah takut terhadap fitnah dan pengaruh dari wanita.
Dan tidak bisa dipungkiri bahwa wajaah adalaah pusat fitnah, maka oleh karena itu, wajib untuk ditutup agar tidak menjadi fitnah bagi laki-laki muslim.
Kelima: Firman Allah Subuhaanahu Wata'aala:
{وَلاَ يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ }.
 Artinya: Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan”.
Yaitu wanita muslimah agar tidak memukul kakinya untuk memamerkan perhiasan yang ia pakai di kakinya seperti gelang kaki dan sebagainya.
         Jika Allah melarang wanita untuk memukul kakinya karena dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah bagi laki-laki, lalu bagaimana dengan membuka wajah didepan laki-laki yang bukan muhrimnya? Manakah fitnah yang lebih besar? Fitnah karena memukul kaki untuk menampakkan perhiasan yang di pakai ataukah membuka wajah agar dilihat oleh laki-laki? Tentu jawabanya adalah: lebih besar fitnah yang ditimbulkan karena membuka wajaah. Oleh karena itu, wanita wajib meenutup wajahnya.
3. Dalil Yang Ketiga: Qur'an  Surat Al-Ahzab : 53
}وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعاً فَاسْأَلوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ, وَمَا كَانَ لَكُمْ أَنْ تُؤْذُوا رَسُولَ اللَّهِ وَلا أَنْ تَنْكِحُوا أَزْوَاجَهُ مِنْ بَعْدِهِ أَبَداً إِنَّ ذَلِكُمْ كَانَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيماً{
Artinya: “Apabila kamu meminta sesuatu kepada mereka, maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti Rasulullah dan tidak mengawini isteri-isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar di sisi Allah”.
Ayat ini  mengandung beberapa masalah:
Pertama:  Anas Bin Malik Berkata: saya katakan kepada manusia bahwa ayat ini adalah tentang hijab, maka isti-istri Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam memakai hijab.[3]

Kedua: Mujahid meriwayatkan dari 'Aisyah Rahdiyallahu 'Anha beliau berkata: saya makan bersama Rasuklullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam, kemudian umar bin khattab lewat dan dipnggil oleh Rasulullah untuk ikut makan, kemudian dia ikut makan, dan dan tersentullah jari-jariku oleh tanganya, kemudian umar berkata:seandainya allah memerintahkan kepada kalian (para wanita) untuk tidak dilihat kecuali matanya. Maka turunlah ayat hijab ini. [4]

Ketiga:  urwah bin zubair bin awwam meriwayatkan dari 'aisyah: sesungguhnya para Istri Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam, kami keluar dimalam hari  ditempat yang luas, tempat buang air besar. Kemudian umar berkata kepada rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam: suruhlah para istrimu memaki hijab wahai rasulullah!, tapi rasulullah belum melakukan itu, kemudian suatu malam, keluarlah saudah (istri rasulullah), dia adalah wanita yang sangat tinggi badanya, kemudian umar memanggilnya, kami sudah mengetahuimu bahwa engkau adalah saudah, ini adalah sebagai perhatian umar dan harapanya agar ayat hijab diturunkan, shallallahu 'alaihi wasallam'isyah berkata: kemudian allah menurunkan ayat hijab [5]
Ke-empat: dari anas bin malik, sesungguhnya umar berkata: saya berkata: wahai rasulullah, sesungguhnya yang masuk kedalam  rumah para istrimu adalah  orang-orang baik dan fajir (jelek akhlaknya), kalau saja engkau perintahkan kepada mereka (para istrimu) untuk memekai hijab. Maka turunlah ayat hijab.  

4. Dalil Yang Ke Empat : Qur'an  Surat Al-Ahzab : 55
{لاَّ جُنَاحَ عَلَيْهِنَّ في ءَابَآئِهِنَّ وَلاَ أَبْنَآئِهِنَّ وَلاَ إِخْوَنِهِنَّ وَلاَ أَبْنَآءِ إِخْوَنِهِنَّ وَلاَ أَبْنَآءِ أَخَوَتِهِنَّ وَلاَ نِسَآئِهِنَّ وَلاَ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ وَاتَّقِينَ اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شيء شَهِيداً}. Artinya: Artinya: “Tidak ada dosa atas isteri-isteri Nabi (untuk berjumpa tanpa tabir) dengan bapak-bapak mereka, anak-anak laki-laki mereka, saudara laki-laki mereka, anak laki-laki dari saudara laki-laki mereka, anak laki-laki dari saudara mereka yang perempuan yang beriman dan hamba sahaya yang mereka miliki, dan bertakwalah kamu (hai isteri-isteri Nabi) kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.
Ibnu katsir berkata didalam tafsirnya: ketika allah memerintahkan wanita untuk memakai jibab didepan laki-laki yang bukan mahramnya, maka jelaslah bahwa laki-laki yang menjadi mahramnya tidak diwajibkan untuk berjilbab didepan mereka, yaitu mereka yang disebutkan dalam Q.S An-nur.
{وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ ءَابَآئِهِنَّ أَوْ ءَابَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَآئِهِنَّ أَوْ أَبْنَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِى إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِى أَخَوَتِهِنَّ أَوْ نِسَآئِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَنُهُنَّ أَوِ التَّبِعِينَ غَيْرِ أُوْلِى الإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُواْ عَلَى عَوْرَتِ النِّسَآءِ وَلاَ يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ }.
Artinya: Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan”.
Dan juga yang disebutkan dalam Q.S annur ayat 60:
{وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَآءِ الَّلَتِى لاَ يَرْجُونَ نِكَاحاً فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَن يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَتِ بِزِينَةٍ وَأَن يَسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ لَّهُنَّ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عِلِيمٌ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَتِ بِزِينَةٍ وَأَن يَسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ لَّهُنَّ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عِلِيمٌ }.
Artinya: Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Bijaksana”.
Wajah istidlal dari kedua ayat yang mulia ini adalah bahwa allah meniadakan dosa bagi wanita yang tidak memiliki lagi kemauan dalam menikah untuk tidak memakai cadar,
akan tetapi tetap berpakaian sopan. Tidak berpakaian yang menimbulkan syahwat.


B. DALIL DARI AS-SUNNAH
1. Dalil Yang Pertama Dari As-sunnah:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ الرُّكْبَانُ يَمُرُّونَ بِنَا وَنَحْنُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُحْرِمَاتٌ فَإِذَا حَاذَوْا بِنَا أَسْدَلَتْ إِحْدَانَا جِلْبَابَهَا مِنْ رَأْسِهَا عَلَى وَجْهِهَا فَإِذَا جَاوَزَنَا كَشَفْنَاهُ
Artinya:  Dari ‘Aisyah  Radhiyallahu  ‘Anha Berkata : Para pengendaraan biasa melewati kami disaat kami (para wanita) beihram bersama-sama Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam, maka jika mereka mendekati kami, salah seorang diantar kami menurunkan jilbabnya dari kepalanya kewajahnya, dan jika mereka telah melewati kami, kami membuka wajah ( H.R Ahmad, Ibnu Majjah, Dan Abu Daud)
Wahai wanita-wanita yang beriman! Seperti yang telah kita ketahui,  bahwa wanita yang  sedang berihram tidak boleh menutup wajah dan tanganya, sehingga kebanyakan ulama berpendapat seorang wanita yang sedang ihram wajib membuka wajah dan kedua telapak tanganya. dan ingatlah bahwa yang wajib tidak bisa dilawan kecuali dengan yang wajib atau dengan yang lebih wajib. jadi, kalau bukan karena kewajiban bagi wanita untuk menutup wajahnya niscaya tidak boleh meninggalkan kewajiban ini (yaitu membuka wajah bagi wanita yang ihram).

2. Dalil Yang Kedua Dari  As-sunnah:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلَاءَ لَمْ يَنْظُرْ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَقَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ فَكَيْفَ يَصْنَعْنَ النِّسَاءُ بِذُيُولِهِنَّ قَالَ يُرْخِينَ شِبْرًا فَقَالَتْ إِذًا تَنْكَشِفُ أَقْدَامُهُنَّ قَالَ فَيُرْخِينَهُ ذِرَاعًا لَا يَزِدْنَ عَلَيْهِ قَالَ هَذَا
Artinya: Dari Ibnu Umar  Radhiyallahu ‘Anhu Berkata, Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam Bersabda: Barang siapa yang menyeret pakaianya dengan sombong maka Allah tidak akan melihatnya dihari kiamat nanti, kemudian Ummu Salamah Bertanya: Bagaimana dengan wanita yang menjulurkan pakaianya? Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam Menjawab: “Kalau begitu hendaknya mereka menjulurkannya sejengkal” Ummu Salamah Berkata Lagi: kalau begitu telapak kaki mereka akan tersingkap, beliau menjawab: hendaknya mereka menjulurkan sehasta, mereka tidak boleh melebihkanya”.[6]


3. Dalil Yang Ke-tiga Dari As-sunnah:
كُنَّ نِسَاءُ الْمُؤْمِنَاتِ يَشْهَدْنَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةَ الْفَجْرِ مُتَلَفِّعَاتٍ بِمُرُوطِهِنَّ ثُمَّ يَنْقَلِبْنَ إِلَى بُيُوتِهِنَّ حِينَ يَقْضِينَ الصَّلَاةَ لَا يَعْرِفُهُنَّ أَحَدٌ مِنَ الْغَلَسِ
Artinya: “Dahulu wanita-wanita mukmin biasa menghadiri shalat subuh bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka menutupi tubuh mereka dengan selimut. Kemudian mereka kembali ke rumah-rumah mereka ketika telah menyelesaikan shalat. Tidak ada seorang pun mengenal mereka karena gelap.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Menutupi diri merupakan kebiasaan wanita sahabat yang merupakan teladan terbaik. Maka kita tidak boleh menyimpang dari jalan mereka itu [7]

4. Dalil yang Ke-Empat
Aisyah Radhiyallahu ‘Anhu Berkata:
خَرَجَتْ سَوْدَةُ بَعْدَ مَا ضُرِبَ عَلَيْهَا الْحِجَابُ لِتَقْضِيَ حَاجَتَهَا وَكَانَتِ امْرَأَةً جَسِيمَةً تَفْرَعُ النِّسَاءَ جِسْمًا لَا تَخْفَى عَلَى مَنْ يَعْرِفُهَا فَرَآهَا عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ فَقَالَ يَا سَوْدَةُ وَاللَّهِ مَا تَخْفَيْنَ عَلَيْنَا فَانْظُرِي كَيْفَ تَخْرُجِينَ
Artinya:Setelah diwajibkan hijab pada Saudah, dia keluar (rumah) untuk menunaikan hajatnya, dia adalah seorang wanita yang besar (dalam riwayat lain: tinggi), tubuhnya melebihi wanita-wanita lainnya, tidak samar bagi orang yang mengenalnya. Lalu Umar melihatnya, kemudian berkata: “Hai Saudah, demi Allah engkau tidaklah tersembunyi bagi kami, perhatikanlah bagaimana engkau keluar (HR. Muslim(
Karena Umar mengetahui Saudah dengan tinggi dan besarnya, maka ini menunjukkan wajahnya tertutup [8]
 5. Dalil Yang Ke-lima:  
Perkataan ‘Aisyah: “Seandainya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat wanita-wanita (di zaman ini) apa yang kita lihat, niscaya beliau melarang para wanita ke masjid, sebagaimana Bani Israil dahulu melarang para wanita mereka.” Diriwayatkan juga seperti ini dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu.
              
Dari riwayat ini diketahui bahwa setiap perkara yang mengakibatkan sesuatu yang berbahaya maka hal itu dilarang. Karena membuka wajah bagi wanita akan mengakibatkan bahaya, maka terlarang.[9]

6.  Dalil yang Ke-Enam:  Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:
مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلَاءَ لَمْ يَنْظُرِ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَقَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ فَكَيْفَ يَصْنَعْنَ النِّسَاءُ بِذُيُولِهِنَّ قَالَ يُرْخِينَ شِبْرًا فَقَالَتْ إِذًا تَنْكَشِفُ أَقْدَامُهُنَّ قَالَ فَيُرْخِينَهُ ذِرَاعًا لَا يَزِدْنَ عَلَيْهِ
Artinya: “Barang siapa menyeret pakaiannya dengan sombong, Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat.” Kemudian Ummu Salamah bertanya: “Bagaimana para wanita membuat ujung pakaian mereka?” Beliau menjawab: “Hendaklah mereka menjulurkan sejengka.l” Ummu Salamah berkata lagi: “Kalau begitu telapak kaki mereka akan tersingkap?” Beliau menjawab: “Hendaklah mereka menjulurkan sehasta, mereka tidak boleh melebihkannya.” (HR. Tirmidzi, dan lainnya)
               Hadits ini menunjukkan kewajiban menutupi telapak kaki wanita, dan hal ini sudah dikenal di kalangan wanita sahabat. Sedangkan terbukanya telapak kaki wanita tidak lebih berbahaya dari pada terbukanya wajah dan tangan mereka, maka ini menunjukkan wajibnya menutupi wajah dan tangan wanita. [10]

7. Dalil yang Ke-Tujuh
Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam:
إِذَا كَانَ عِنْدَ مُكَاتَبِ إِحْدَاكُنَّ مَا يُؤَدِّي فَلْتَحْتَجِبْ مِنْهُ
Artinya: “Jika budak mukatab (budak yang ada perjanjian dengan tuannya bahwa dia akan merdeka jika telah membayar sejumlah uang tertentu -pen) salah seorang di antara kamu (wanita) memiliki apa yang akan dia tunaikan, maka hendaklah wanita itu berhijab (menutupi diri) darinya.” (HR. Tirmidzi dan lainnya)
Hadits ini menunjukkan kewajiban wanita berhijab (menutupi dirinya) dari laki-laki  asing (bukan mahram).[11]

 8. Dalil yang Ke-Delapan
 Artinya: Asma’ binti Abi Bakar berkata: “Kami menutupi wajah kami dari laki-laki, dan kami menyisiri rambut sebelum itu di saat ihram.” (HR. Ibnu Khuzaimah dan Al-Hakim. Al-Hakim berkata: “Shahih berdasarkan syarat Bukhari dan Muslim”, dan disepakati oleh Adz-Dzahabi).
 Ini menunjukkan bahwa menutup wajah wanita sudah merupakan kebiasaan para wanita sahabat. [12]
 9. Dalil yang  Ke-Sembilan
 ‘Aisyah berkata:
لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ ( وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ ) أَخَذْنَ أُزْرَهُنَّ فَشَقَّقْنَهَا مِنْ قِبَلِ الْحَوَاشِي فَاخْتَمَرْنَ بِهَا
Artinya:Mudah-mudahan Allah merahmati wanita-wanita Muhajirin yang pertama-tama, ketika turun ayat ini: “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada (dan leher) mereka.” (QS. Al Ahzab: 31), mereka merobek selimut mereka lalu mereka berkerudung dengannya.” (HR. Bukhari, Abu Dawud, Ibnu Jarir, dan lainnya)
Ibnu Hajar berkata: “Perkataan: lalu mereka berkerudung dengannya” maksudnya mereka menutupi wajah mereka.” [13]
 10. Dalil yang Ke-Sepuluh
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ أَفْلَحَ أَخَا أَبِي الْقُعَيْسِ جَاءَ يَسْتَأْذِنُ عَلَيْهَا وَهُوَ عَمُّهَا مِنَ الرَّضَاعَةِ بَعْدَ أَنْ نَزَلَ الْحِجَابُ فَأَبَيْتُ أَنْ آذَنَ لَهُ فَلَمَّا جَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَرْتُهُ بِالَّذِي صَنَعْتُ فَأَمَرَنِي أَنْ آذَنَ لَهُ
Artinya: “Dari ‘Aisyah bahwa Aflah saudara Abul Qu’eis, paman Aisyah dari penyusuan, datang minta izin untuk menemuinya setelah turun ayat hijab. ‘Aisyah berkata: “Maka aku tidak mau memberinya izin kepadanya. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah datang maka aku memberitahukan apa yang telah aku lakukan, maka beliau memerintahkanku agar memberi izin kepadanya” (HR. Bukhari dan lainnya)
Ibnu Hajar berkata: “Dalam hadits ini terdapat dalil kewajiban wanita menutupi diri dari laki-laki asing.”[14]
11. Dalil yang Ke-Sebelas
 sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ
Artinya: Wanita adalah aurat, jika dia keluar, setan akan menjadikannya indah pada pandangan laki-laki”. (HR. Tirmidzi dan lainnya)
Kalau wanita adalah aurat, maka semuanya harus ditutupi.[15]
12. Dalil Ke-Dua Belas
 Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam:
إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ قَالَ الْحَمْوُ الْمَوْتُ
Artinya:Janganlah kamu masuk menemui wanita-wanita.” Seorang laki-laki Anshar bertanya: “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bagaimana pendapat Anda tentang saudara suami (bolehkah dia masuk menemui wanita, istri saudaranya)? Beliau menjawab: “Saudara suami adalah kematian. (Yakni: lebih berbahaya dari orang lain).”HR. Bukhari, Muslim, dan lainnya(
Jika masuk menemui wanita-wanita bukan mahram tidak boleh, maka menemui mereka harus di balik tabir. Sehingga wanita wajib menutupi tubuh mereka, termasuk wajah.[16]
13. Dalil yang Ke Tiga Belas
Perkataan ‘Aisyah dalam peristiwa Haditsul Ifki:
وَقَدْ كَانَ -صَفْوَانُ بْنُ الْمُعَطَّلِ السُّلَمِيُّ ثُمَّ الذَّكْوَانِيُّ- يَرَانِي قَبْلَ أَنْ يُضْرَبَ الْحِجَابُ عَلَيَّ فَاسْتَيْقَظْتُ بِاسْتِرْجَاعِهِ حِينَ عَرَفَنِي فَخَمَّرْتُ وَجْهِي بِجِلْبَابِي
Artinya:Dia (Shawfan bin Al-Mu’athal) dahulu pernah melihatku sebelum diwajibkan hijab atasku, lalu aku terbangun karena perkataannya: “Inna lillaahi…” ketika dia mengenaliku. Maka aku menutupi wajahku dengan jilbabku”.  ) H.R Imam Muslim (
Inilah kebiasaan Ummahatul mukminin, yaitu menutupi wajah, maka hukumnya meliputi wanita mukmin secara umum sebagaimana dalam masalah hijab.[17]

 
C. DALIL 'AQLI
       Banyaknya kerusakan yang ditimbulkan oleh terbukanya wajah wanita. Seperti wanita akan menghiasi wajahnya sehingga mengundang berbagai kerusakan; hilangnya rasa malu dari wanita; tergodanya laki-laki; percampuran laki-laki dengan wanita; dan lain-lainnya    Inilah dalil-dalil yang mewajibkan hijab (cadar). Maka disini telah jelas bahwa Menjaga kemaluan hukumnya wajib, sedangkan menutup wajah termasuk sarana untuk menjaga kemaluan, sehingga hukumnya juga wajib.
        Perintah Allah dan Rasul-Nya kepada wanita untuk berhijab (menutupi diri) dari laki-laki selain mahramnya. Perintah hijab ini meliputi menutup wajah. Perintah Allah dan Rasul-Nya kepada wanita untuk memakai jilbab. Jilbab ini meliputi menutup wajah. Perintah Allah kepada wanita untuk menutupi perhiasannya, ini mencakup menutupi wajah. Ijma yang mereka nukilkan. Kalau saja wanita diwajinkan untuk menutupi telapak kaki,leher, atau tanganya karena dikhawatirkan akan menimbulkan godaan dan fitnah bagi kaum adam, maka menutup wajah adalah lebih wajib. Karena fitnah yang ditimbulkan oleh wajah lebih besar dibanding tangan atau kadi dan yang lainya.

Di antara para ulama zaman kini yang menguatkan pendapat diatas  adalah:
  1. Syaikh Muhammad As-Sinqithi
  2. Syaikh Abdul Aziz bin Baz
  3. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
  4. Syaikh Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim Al-Jarullah
  5. Syaikh Bakr Abu Zaid
  6. Syaikh Mushthafa Al-Adawi dan para ulama lainnya.



( [1]  ) Tafsir ibnu abi hatim ar-razi (W 327 H), tafsir Q.S Al-ahzab Ayat 59, juz 13   halaman 1, cetakan perpustakaan al-ashoriyyah-mesir
( [2]  ) tafsir abul hasan ali bin Muhammad bin habib al-mawardy al-bashry (annuktu wal-uyun), Q.S Al-ahzab,  juz 4 halaman 423, percetakan darul kutub al-alamiyah-albairut/lobnan
([3])  (H.R Tirmidzi Didalam sunanya, Hadits ke 3218, Beliau berkata: hadits ini adalah hadits hasan shohih
([4])  H.R Bukhari Didalam Adabul mufradnya, Hadits ke 1053, Syekh Al-bany berkata: hadits ini adalah hadits shohih
([5]) . kumpulan shohihain, shohih bukhari dan muslim oleh Muhammad bin fatuh al-hamidy, juz 4 halaman 59, hadits 3191, darul ibnu hazam-lobnan-albairuty, 1423-2002, cetakan ke 2. Tahkiknya doctor ali husen al-bawwab

([6] ) H.R Tirmidzi, Hadits ke 173 Beliau Berkata Hadits Hasan Shohih
([7])  Lihat Risalah Al Hijab, hal 16-17, karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin, penerbit Darul Qasim
([8])   Lihat Jami Ahkamin Nisa’ IV/486, karya Syaikh Mushthafa Al-Adawi

([9])   Lihat Risalah Al Hijab, hal 17, karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin, penerbit Darul Qasim
([10])   Lihat Risalah Al Hijab, hal 17-18, karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin, penerbit Darul Qasim
([11] )   Lihat Risalah Al Hijab, hal 18, karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin, penerbit Darul Qasim
([12] )  Lihat Hirasah Al-Fadhilah, hal 68-69, karya Syaikh Bakar bin Abu Zaid, penerbit Darul ‘Ashimah
([13] )  Fathul Bari  jilid 8 halaman 490
Lihat juga Hirasah Al-Fadhilah, hal 69, karya Syaikh Bakar bin Abu Zaid, penerbit Darul ‘Ashimah
([14] )   Fathul Bari  jilid 9 halaman 152
([15] )  Lihat Hirasah Al-Fadhilah, hal 74-75, karya Syaikh Bakar bin Abu Zaid, penerbit Darul ‘Ashimah
([16] )  Lihat Hirasah Al-Fadhilah, hal 75, karya Syaikh Bakar bin Abu Zaid, penerbit Darul ‘Ashimah
([17] )  Lihat Hirasah Al-Fadhilah, hal 72, karya Syaikh Bakar bin Abu Zaid, penerbit Darul ‘Ashimah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar