A. DALIL DARI AL-QUR’AN
1. Dalil Yang Pertama: Qur’an Surat Al-Ahzab : 59
}يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ
لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ
جَلابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ
يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَحِيماً{
Artinya: “Hai Nabi,
katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri
orang mu`min, Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.
Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka
tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Ulama
tafsir menyebutkan bahwa sebab turunya ayat ini adalah karena wanita-wanita
madinah saat itu keluar rumah dimalam hari untuk membuang air besar diluar
rumah, ritempat yang luas dan jauh dari keramaian, mereka tidak bisa dibedakan
dengan budak-budak wanita (al-ima'). Sehingga mereka diganggu oleh
sebagian orang-orang fasiq, mereka kira bahwa wanita-wanita itu adalah budak,
kemudian allah subuhanahu wata'ala memeerintahkan rasulullah shollallahu
'alaihi wasallam memerintahkan para istrnya, anak-anak wanitanya dan
istri-istri kaum muslimin untuk memakai cadar.
Ibnu
Abbas Berkata terhadap ayat ini: allah subuhanahu wata'ala memerintahkan
wanita-wanita mukminin untuk menutup wajahnya dengan jilbab dan menyisakan satu
mata" [1]
Inilah tafsir ibnu abbas terhadap ayat ini. Ingatlah, bahwa perkataan sahabat
adalah hujjah. Bahkan sebagian ulama berkata: perkataan ini adalah disandarkan
kepada rasulullah shollaallaahu alaaihi wasallam.
Dan perkataan ibnu abbas: " Dan menyisakan
satu mata". Ini adalah sebagai rukhshoh (keringanan bagi wanita), agar
ia bisa melihat dengan jelas ketika jalan. [2]
'Abidatu Assalmany Berkata: menutup semua wajaah
sampai tidak ada yang tampak kecuali mata yang sebeelah kanan.5
Ummu Salamah, istri Rasulullah Shollallahu 'Aalaaihi
Wasaallam Berkata ketika ayat ini turun: perempuan-perempuan anshar, diatas
kepala mereka seperti ada yang menjanggal, itu adalah kain yang mereka pakai
untuk menutup kepala dan wajah mereka"
2. Dalil Yang
Kedua: Qur'an Surat An-Nuur : 31
{وَقُل
لِّلْمُؤْمِنَتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَرِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلاَ
يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ
عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ
ءَابَآئِهِنَّ أَوْ ءَابَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَآئِهِنَّ أَوْ أَبْنَآءِ
بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِى إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِى
أَخَوَتِهِنَّ أَوْ نِسَآئِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَنُهُنَّ أَوِ
التَّبِعِينَ غَيْرِ أُوْلِى الإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ
لَمْ يَظْهَرُواْ عَلَى عَوْرَتِ النِّسَآءِ وَلاَ يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ
لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ وَتُوبُواْ إِلَى اللَّهِ جَمِيعاً
أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ }.
Artinya: Katakanlah kepada wanita yang
beriman, Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah
mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang nampak dari padanya.
Ayat ini adalah dalil wajibnya cadar dengan beberapa alasan:
Pertama:
sesungguhnya allah subuhanahu wata'ala memerintahkan wanita untuk menjaga
kehormatan ( kemaluannya). Dan cadar meruapakan wasilah untuk itu. Karena wajah
adalah sumber fitnah, orang akan memandang seseorang dari wajahnya, bukan dari
yang lainya. Bagaimanapun juga orang akan menikmati kecantikan seseorang itu
melalui pandanganya, sebagaimana rasulullah bersabda:
«العينان
تزنيان وزناهما النظر» إلى أن قال: «والفرج يصدق ذلك أو يكذبه»
Artinya: “kedua mata adalah dua perhiasan yang selalu
dihiasi oleh pandangan” sampai beliau berkata: “kemaluanlah yang akan menjadi
saksi benar atau dusta pandangan itu”.
Oleh karena
itu, wajah wajib untuk ditutup karena menutup wajah adalah wasilah untuk
menjaga kehormatan dan kemaluan. Kaedah usul fiqih sudah masyhur dikalangan
ulamaa usul fiqih yaitu:
الوسائل لها أحكام المقاصد.
Artinya: "Dan washilah meiliki hukum
maksud"
Kedua: Firman Allah
Subuhanahu Wata'aala:
وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى
جُيُوبِهِنَّ وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ
ءَابَآئِهِنَّ أَوْ ءَابَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَآئِهِنَّ أَوْ أَبْنَآءِ
بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِى إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِى
أَخَوَتِهِنَّ أَوْ نِسَآئِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَنُهُنَّ أَوِ
التَّبِعِينَ غَيْرِأُوْلِى الإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ
لَمْ يَظْهَرُواْ عَلَى عَوْرَتِ النِّسَآءِ وَلاَ يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ
لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ وَتُوبُواْ إِلَى اللَّهِ جَمِيعاً
أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ }.
Artinya:
Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya,dan janganlah menampakkan
perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami
mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau
saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka,
atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau
budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah,
hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”.
Al-khimar adalah
sesuatu yang digunakan oleh wanita untuk menutup kepalanya. Jika diperintahkan untuk
menutup pundaknya maka wajah adalaah termasuk karena perintahnya adalah mulai
dari kepala. Dan apabila diperintahkan untuk menunup leher dan dadanya maka
muka adalah lebih utama utnuk ditutup. Karena fitnah muka lebih besar dari
fitnah leher atau pundak. Karena muka adalah
tempat kecantikan dan pusat fitnah.
Seorang ketika
bertanya tentang kecantikan tidak bertanya tangan dan pundak atau yang lainya.
Begitupun ketika seorang berkata: si fulanah cantik, tidak bermaksud tangan
atau kakinya. Akaan tetapi yang dimakssud adaalah wajahnyaa. Jika seperti itu,
bagaimana mungkin kita memahami syari'at islam yang agung penuh hikmah ini
memerintahkan untuk menutup dada dan leher tapi tidak memerintahkan untuk
menutup wajah yang dimaanaa wajah adalah ssumber dan pusat fitnah.. maka oleh
karena itu, wajah adaalah lebih wajib untuk ditutup dati anggota badan yang
lainya.
Ketiga: sesungguhnya allah subuhanahu wata'ala melarang
untuk menunjukkan perhiasaan. Dan larangan ini adalah muthlak, kecuali yang
harus untuk tampak seperti pakaian dan baju, oleh karena itu allah subuhanahu
wata'ala berfirman:
{إِلاَّ
مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلاَ
يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ ءَابَآئِهِنَّ أَوْ ءَابَآءِ
بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَآئِهِنَّ أَوْ أَبْنَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ
إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِى إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِى أَخَوَتِهِنَّ أَوْ
نِسَآئِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَنُهُنَّ أَوِ التَّبِعِينَ غَيْرِ أُوْلِى
الإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُواْ عَلَى
عَوْرَتِ النِّسَآءِ وَلاَ يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ
مِن زِينَتِهِنَّ وَتُوبُواْ إِلَى اللَّهِ جَمِيعاً أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ }
Artinya:
Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa)
nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya,dan janganlah
menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau
ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka,
atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki
mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam,
atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah,
hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”.
Didalam ayat ini
allah tidak mengatakan إلا ما أظهرن منها akan tetapi allah mengatakan إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا. Kemudian allah subuhanahu
wata'ala melarang untuk menampakkan ziinah (perhiasan) kecuali kepada
orang-orang yang di kecualikan allah dalam aayat itu yaitu mahram. Ini
menunjukkan bahwa ziinah yang kedua bukan ziinah yang pertama.
ziinah
yang pertama adalah perhiasan yang Nampak bagi semua orang, yang tidak mungkin
bisa ditutup.
Adapun ziinah
yang kedua adalah ziinah yang tersembunyi (ziinah baathinah).
Kalau seandainya perhiaasaan ini boleh ditaampakkaan maka allaah tidak akan
meenjaadikaannya umum di ziinah yang pertamaa dan mengecualikan di ziinah
yang ke dua.
Ke empat: Sesungguhnya allah subuhanah wata'ala
memberikaan keringaanan kepada laki-laki yang tidak memiki keinginan terhadap
wanita dan anak-anak yang belum balik yang belum faham terhadap aaurat wanita
untuk boleh melihat ziinah yang kedua (baathinah). Ini menunjukkan
kepaada dua perkara:
1. Bahwa ziinah yang baathinah tidak boleh
ditampakkan kecuali kepada dua orang itu.
2. Bahwa 'illat hukum dalam hal ini adalah takut terhadap
fitnah dan pengaruh dari wanita.
Dan tidak bisa dipungkiri bahwa wajaah adalaah pusat fitnah, maka oleh
karena itu, wajib untuk ditutup agar tidak menjadi fitnah bagi laki-laki
muslim.
Kelima: Firman
Allah Subuhaanahu Wata'aala:
{وَلاَ
يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ }.
Artinya: Dan janganlah
mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan”.
Yaitu wanita muslimah agar tidak memukul kakinya
untuk memamerkan perhiasan yang ia pakai di kakinya seperti gelang kaki dan
sebagainya.
Jika
Allah melarang wanita untuk memukul kakinya karena dikhawatirkan akan
menimbulkan fitnah bagi laki-laki, lalu bagaimana dengan membuka wajah didepan
laki-laki yang bukan muhrimnya? Manakah fitnah yang lebih besar? Fitnah karena
memukul kaki untuk menampakkan perhiasan yang di pakai ataukah membuka wajah
agar dilihat oleh laki-laki? Tentu jawabanya adalah: lebih besar fitnah yang
ditimbulkan karena membuka wajaah. Oleh karena itu, wanita wajib meenutup
wajahnya.
3. Dalil Yang Ketiga: Qur'an Surat Al-Ahzab : 53
}وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعاً فَاسْأَلوهُنَّ
مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ
لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ, وَمَا كَانَ لَكُمْ أَنْ
تُؤْذُوا رَسُولَ اللَّهِ وَلا أَنْ تَنْكِحُوا أَزْوَاجَهُ مِنْ بَعْدِهِ أَبَداً
إِنَّ ذَلِكُمْ كَانَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيماً{
Artinya: “Apabila kamu meminta sesuatu
kepada mereka, maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih
suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti Rasulullah dan
tidak mengawini isteri-isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya
perbuatan itu adalah amat besar di sisi Allah”.
Ayat ini mengandung beberapa
masalah:
Pertama: Anas Bin Malik Berkata: saya katakan kepada
manusia bahwa ayat ini adalah tentang hijab, maka isti-istri Rasulullah
Shollallahu 'Alaihi Wasallam memakai hijab.[3]
Kedua: Mujahid
meriwayatkan dari 'Aisyah Rahdiyallahu 'Anha beliau berkata: saya makan bersama
Rasuklullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam, kemudian umar bin khattab lewat dan
dipnggil oleh Rasulullah untuk ikut makan, kemudian dia ikut makan, dan dan
tersentullah jari-jariku oleh tanganya, kemudian umar berkata:seandainya allah
memerintahkan kepada kalian (para wanita) untuk tidak dilihat kecuali matanya.
Maka turunlah ayat hijab ini. [4]
Ketiga: urwah bin zubair bin awwam meriwayatkan dari
'aisyah: sesungguhnya para Istri Rasulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam, kami
keluar dimalam hari ditempat yang luas,
tempat buang air besar. Kemudian umar berkata kepada rasulullah shollallahu
'alaihi wasallam: suruhlah para istrimu memaki hijab wahai rasulullah!, tapi
rasulullah belum melakukan itu, kemudian suatu malam, keluarlah saudah (istri
rasulullah), dia adalah wanita yang sangat tinggi badanya, kemudian umar
memanggilnya, kami sudah mengetahuimu bahwa engkau adalah saudah, ini adalah
sebagai perhatian umar dan harapanya agar ayat hijab diturunkan, shallallahu
'alaihi wasallam'isyah berkata: kemudian allah menurunkan ayat hijab [5]
Ke-empat: dari anas
bin malik, sesungguhnya umar berkata: saya berkata: wahai rasulullah,
sesungguhnya yang masuk kedalam rumah
para istrimu adalah orang-orang baik dan
fajir (jelek akhlaknya), kalau saja engkau perintahkan kepada mereka (para
istrimu) untuk memekai hijab. Maka turunlah ayat hijab.
4. Dalil
Yang Ke Empat :
Qur'an Surat Al-Ahzab : 55
{لاَّ جُنَاحَ عَلَيْهِنَّ في ءَابَآئِهِنَّ وَلاَ
أَبْنَآئِهِنَّ وَلاَ إِخْوَنِهِنَّ وَلاَ أَبْنَآءِ إِخْوَنِهِنَّ وَلاَ
أَبْنَآءِ أَخَوَتِهِنَّ وَلاَ نِسَآئِهِنَّ وَلاَ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ
وَاتَّقِينَ اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شيء شَهِيداً}. Artinya: Artinya: “Tidak ada dosa atas isteri-isteri
Nabi (untuk berjumpa tanpa tabir) dengan bapak-bapak mereka, anak-anak
laki-laki mereka, saudara laki-laki mereka, anak laki-laki dari saudara
laki-laki mereka, anak laki-laki dari saudara mereka yang perempuan yang
beriman dan hamba sahaya yang mereka miliki, dan bertakwalah kamu (hai
isteri-isteri Nabi) kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Menyaksikan segala
sesuatu.
Ibnu katsir berkata didalam
tafsirnya: ketika allah memerintahkan wanita untuk memakai jibab didepan
laki-laki yang bukan mahramnya, maka jelaslah bahwa laki-laki yang menjadi
mahramnya tidak diwajibkan untuk berjilbab didepan mereka, yaitu mereka yang disebutkan
dalam Q.S An-nur.
{وَلاَ
يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ ءَابَآئِهِنَّ أَوْ ءَابَآءِ
بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَآئِهِنَّ أَوْ أَبْنَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ
إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِى إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِى أَخَوَتِهِنَّ أَوْ
نِسَآئِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَنُهُنَّ أَوِ التَّبِعِينَ غَيْرِ أُوْلِى
الإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُواْ عَلَى
عَوْرَتِ النِّسَآءِ وَلاَ يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ
مِن زِينَتِهِنَّ }.
Artinya: Dan hendaklah mereka menutupkan kain
kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami
mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka,
atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau
putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka,
atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau
pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau
anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka
memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan”.
Dan juga yang disebutkan
dalam Q.S annur ayat 60:
{وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَآءِ الَّلَتِى لاَ
يَرْجُونَ نِكَاحاً فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَن يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ
غَيْرَ مُتَبَرِّجَتِ بِزِينَةٍ وَأَن يَسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ لَّهُنَّ وَاللَّهُ
سَمِيعٌ عِلِيمٌ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَتِ بِزِينَةٍ وَأَن
يَسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ لَّهُنَّ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عِلِيمٌ }.
Artinya: Dan
perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang
tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka
dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih
baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Bijaksana”.
Wajah
istidlal dari kedua ayat yang mulia ini adalah bahwa allah meniadakan dosa bagi
wanita yang tidak memiliki lagi kemauan dalam menikah untuk tidak memakai
cadar,
akan tetapi
tetap berpakaian sopan. Tidak
berpakaian yang menimbulkan syahwat.
1. Dalil Yang Pertama Dari As-sunnah:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ الرُّكْبَانُ يَمُرُّونَ بِنَا وَنَحْنُ مَعَ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُحْرِمَاتٌ فَإِذَا حَاذَوْا بِنَا
أَسْدَلَتْ إِحْدَانَا جِلْبَابَهَا مِنْ رَأْسِهَا عَلَى وَجْهِهَا فَإِذَا جَاوَزَنَا
كَشَفْنَاهُ
Artinya: Dari ‘Aisyah
Radhiyallahu ‘Anha Berkata : Para
pengendaraan biasa melewati kami disaat kami (para wanita) beihram bersama-sama
Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam, maka jika mereka mendekati kami, salah
seorang diantar kami menurunkan jilbabnya dari kepalanya kewajahnya, dan jika
mereka telah melewati kami, kami membuka wajah ( H.R Ahmad, Ibnu Majjah, Dan
Abu Daud)
Wahai wanita-wanita yang beriman! Seperti yang
telah kita ketahui, bahwa wanita
yang sedang berihram tidak boleh menutup
wajah dan tanganya, sehingga kebanyakan ulama berpendapat seorang wanita yang
sedang ihram wajib membuka wajah dan kedua telapak tanganya. dan ingatlah bahwa
yang wajib tidak bisa dilawan kecuali dengan yang wajib atau dengan yang lebih
wajib. jadi, kalau bukan karena kewajiban bagi wanita untuk menutup wajahnya
niscaya tidak boleh meninggalkan kewajiban ini (yaitu membuka wajah bagi wanita
yang ihram).
2. Dalil Yang Kedua Dari
As-sunnah:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلَاءَ لَمْ
يَنْظُرْ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَقَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ فَكَيْفَ
يَصْنَعْنَ النِّسَاءُ بِذُيُولِهِنَّ
قَالَ
يُرْخِينَ شِبْرًا فَقَالَتْ إِذًا تَنْكَشِفُ أَقْدَامُهُنَّ قَالَ فَيُرْخِينَهُ
ذِرَاعًا لَا يَزِدْنَ عَلَيْهِ قَالَ هَذَا
Artinya: Dari Ibnu
Umar Radhiyallahu ‘Anhu Berkata,
Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam Bersabda:
Barang siapa yang
menyeret pakaianya dengan sombong maka Allah tidak akan melihatnya dihari kiamat
nanti, kemudian Ummu
Salamah Bertanya: Bagaimana dengan wanita yang menjulurkan pakaianya? Rasulullah Shollallahu
‘Alaihi Wasallam Menjawab: “Kalau begitu
hendaknya mereka menjulurkannya sejengkal” Ummu
Salamah Berkata Lagi: kalau begitu telapak kaki mereka akan tersingkap, beliau
menjawab: hendaknya mereka menjulurkan sehasta, mereka tidak boleh
melebihkanya”.[6]
3. Dalil Yang Ke-tiga Dari As-sunnah:
كُنَّ نِسَاءُ الْمُؤْمِنَاتِ
يَشْهَدْنَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةَ
الْفَجْرِ مُتَلَفِّعَاتٍ بِمُرُوطِهِنَّ ثُمَّ يَنْقَلِبْنَ إِلَى بُيُوتِهِنَّ
حِينَ يَقْضِينَ الصَّلَاةَ لَا يَعْرِفُهُنَّ أَحَدٌ مِنَ الْغَلَسِ
Artinya: “Dahulu wanita-wanita mukmin biasa
menghadiri shalat subuh bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
mereka menutupi tubuh mereka dengan selimut. Kemudian mereka kembali ke
rumah-rumah mereka ketika telah menyelesaikan shalat. Tidak ada seorang pun
mengenal mereka karena gelap.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Menutupi diri merupakan kebiasaan wanita sahabat
yang merupakan teladan terbaik. Maka kita tidak boleh menyimpang dari jalan
mereka itu [7]
4. Dalil
yang Ke-Empat
Aisyah Radhiyallahu
‘Anhu Berkata:
خَرَجَتْ سَوْدَةُ بَعْدَ مَا ضُرِبَ
عَلَيْهَا الْحِجَابُ لِتَقْضِيَ حَاجَتَهَا وَكَانَتِ امْرَأَةً جَسِيمَةً
تَفْرَعُ النِّسَاءَ جِسْمًا لَا تَخْفَى عَلَى مَنْ يَعْرِفُهَا فَرَآهَا عُمَرُ
بْنُ الْخَطَّابِ فَقَالَ يَا سَوْدَةُ وَاللَّهِ مَا تَخْفَيْنَ عَلَيْنَا
فَانْظُرِي كَيْفَ تَخْرُجِينَ
Artinya: “Setelah diwajibkan hijab pada
Saudah, dia keluar (rumah) untuk menunaikan hajatnya, dia adalah seorang wanita
yang besar (dalam riwayat lain: tinggi), tubuhnya melebihi wanita-wanita
lainnya, tidak samar bagi orang yang mengenalnya. Lalu Umar melihatnya,
kemudian berkata: “Hai Saudah, demi Allah engkau tidaklah tersembunyi bagi
kami, perhatikanlah bagaimana engkau keluar” (HR.
Muslim(
Karena Umar mengetahui
Saudah dengan tinggi dan besarnya, maka ini menunjukkan wajahnya tertutup [8]
5. Dalil
Yang Ke-lima:
Perkataan ‘Aisyah:
“Seandainya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat wanita-wanita (di
zaman ini) apa yang kita lihat, niscaya beliau melarang para wanita ke masjid,
sebagaimana Bani Israil dahulu melarang para wanita mereka.” Diriwayatkan juga
seperti ini dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu.
Dari
riwayat ini diketahui bahwa setiap perkara yang mengakibatkan sesuatu yang
berbahaya maka hal itu dilarang. Karena membuka wajah bagi wanita akan mengakibatkan
bahaya, maka terlarang.[9]
6. Dalil yang
Ke-Enam: Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:
مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلَاءَ لَمْ
يَنْظُرِ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَقَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ فَكَيْفَ
يَصْنَعْنَ النِّسَاءُ بِذُيُولِهِنَّ قَالَ يُرْخِينَ شِبْرًا فَقَالَتْ إِذًا
تَنْكَشِفُ أَقْدَامُهُنَّ قَالَ فَيُرْخِينَهُ ذِرَاعًا لَا يَزِدْنَ عَلَيْهِ
Artinya: “Barang siapa menyeret pakaiannya
dengan sombong, Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat.” Kemudian Ummu
Salamah bertanya: “Bagaimana para wanita membuat ujung pakaian mereka?” Beliau
menjawab: “Hendaklah mereka menjulurkan sejengka.l” Ummu Salamah berkata lagi:
“Kalau begitu telapak kaki mereka akan tersingkap?” Beliau menjawab: “Hendaklah
mereka menjulurkan sehasta, mereka tidak boleh melebihkannya.” (HR. Tirmidzi,
dan lainnya)
Hadits ini
menunjukkan kewajiban menutupi telapak kaki wanita, dan hal ini sudah dikenal
di kalangan wanita sahabat. Sedangkan terbukanya telapak kaki wanita tidak
lebih berbahaya dari pada terbukanya wajah dan tangan mereka, maka ini
menunjukkan wajibnya menutupi wajah dan tangan wanita. [10]
7. Dalil yang Ke-Tujuh
Sabda
Nabi Shallallahu ‘Alaihi
Wa Sallam:
إِذَا كَانَ عِنْدَ مُكَاتَبِ إِحْدَاكُنَّ مَا يُؤَدِّي
فَلْتَحْتَجِبْ مِنْهُ
Artinya:
“Jika budak mukatab (budak yang ada perjanjian dengan tuannya bahwa dia akan
merdeka jika telah membayar sejumlah uang tertentu -pen) salah seorang di
antara kamu (wanita) memiliki apa yang akan dia tunaikan, maka hendaklah wanita
itu berhijab (menutupi diri) darinya.” (HR. Tirmidzi dan lainnya)
Hadits ini menunjukkan kewajiban wanita berhijab
(menutupi dirinya) dari laki-laki asing
(bukan mahram).[11]
8. Dalil yang
Ke-Delapan
Artinya: Asma’ binti Abi Bakar berkata: “Kami menutupi wajah
kami dari laki-laki, dan kami menyisiri rambut sebelum itu di saat ihram.” (HR.
Ibnu Khuzaimah dan Al-Hakim. Al-Hakim berkata: “Shahih berdasarkan syarat
Bukhari dan Muslim”, dan disepakati oleh Adz-Dzahabi).
9. Dalil
yang Ke-Sembilan
‘Aisyah berkata:
لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ (
وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ ) أَخَذْنَ أُزْرَهُنَّ
فَشَقَّقْنَهَا مِنْ قِبَلِ الْحَوَاشِي فَاخْتَمَرْنَ بِهَا
Artinya: “Mudah-mudahan
Allah merahmati wanita-wanita Muhajirin yang pertama-tama, ketika turun ayat
ini: “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada (dan leher) mereka.”
(QS. Al Ahzab: 31), mereka merobek selimut mereka lalu mereka berkerudung
dengannya.” (HR. Bukhari, Abu Dawud, Ibnu Jarir, dan lainnya)
Ibnu
Hajar berkata: “Perkataan: lalu mereka berkerudung dengannya” maksudnya
mereka menutupi wajah mereka.” [13]
10. Dalil yang Ke-Sepuluh
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ أَفْلَحَ أَخَا
أَبِي الْقُعَيْسِ جَاءَ يَسْتَأْذِنُ عَلَيْهَا وَهُوَ عَمُّهَا مِنَ
الرَّضَاعَةِ بَعْدَ أَنْ نَزَلَ الْحِجَابُ فَأَبَيْتُ أَنْ آذَنَ لَهُ فَلَمَّا
جَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَرْتُهُ بِالَّذِي
صَنَعْتُ فَأَمَرَنِي أَنْ آذَنَ لَهُ
Artinya:
“Dari ‘Aisyah bahwa Aflah saudara Abul Qu’eis, paman Aisyah dari
penyusuan, datang minta izin untuk menemuinya setelah turun ayat hijab. ‘Aisyah
berkata: “Maka aku tidak mau memberinya izin kepadanya. Ketika Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam telah datang maka aku memberitahukan apa yang
telah aku lakukan, maka beliau memerintahkanku agar memberi izin kepadanya” (HR. Bukhari dan lainnya)
Ibnu Hajar berkata: “Dalam hadits ini terdapat dalil
kewajiban wanita menutupi diri dari laki-laki asing.”[14]
11. Dalil
yang Ke-Sebelas
sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا
الشَّيْطَانُ
Artinya: Wanita
adalah aurat, jika dia keluar, setan akan menjadikannya indah pada pandangan
laki-laki”. (HR.
Tirmidzi dan lainnya)
Kalau wanita adalah
aurat, maka semuanya harus ditutupi.[15]
12. Dalil
Ke-Dua Belas
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam:
إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى
النِّسَاءِ فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَرَأَيْتَ
الْحَمْوَ قَالَ الْحَمْوُ الْمَوْتُ
Artinya: “Janganlah kamu masuk menemui wanita-wanita.”
Seorang laki-laki Anshar bertanya: “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, bagaimana pendapat Anda tentang saudara suami (bolehkah dia masuk
menemui wanita, istri saudaranya)? Beliau menjawab: “Saudara suami adalah
kematian. (Yakni: lebih berbahaya dari orang lain).”HR. Bukhari, Muslim, dan lainnya(
Jika
masuk menemui wanita-wanita bukan mahram tidak boleh, maka menemui mereka harus
di balik tabir. Sehingga wanita wajib menutupi tubuh mereka, termasuk wajah.[16]
13. Dalil
yang Ke Tiga Belas
Perkataan ‘Aisyah dalam
peristiwa Haditsul Ifki:
وَقَدْ كَانَ -صَفْوَانُ بْنُ
الْمُعَطَّلِ السُّلَمِيُّ ثُمَّ الذَّكْوَانِيُّ- يَرَانِي قَبْلَ أَنْ يُضْرَبَ
الْحِجَابُ عَلَيَّ فَاسْتَيْقَظْتُ بِاسْتِرْجَاعِهِ حِينَ عَرَفَنِي فَخَمَّرْتُ
وَجْهِي بِجِلْبَابِي
Artinya:Dia (Shawfan bin Al-Mu’athal) dahulu pernah
melihatku sebelum diwajibkan hijab atasku, lalu aku terbangun karena
perkataannya: “Inna lillaahi…” ketika dia mengenaliku. Maka aku menutupi wajahku
dengan jilbabku”. ) H.R Imam Muslim (
Inilah
kebiasaan Ummahatul mukminin, yaitu menutupi wajah, maka hukumnya meliputi
wanita mukmin secara umum sebagaimana dalam masalah hijab.[17]
C. DALIL 'AQLI
Banyaknya
kerusakan yang ditimbulkan oleh terbukanya wajah wanita. Seperti wanita akan
menghiasi wajahnya sehingga mengundang berbagai kerusakan; hilangnya rasa malu
dari wanita; tergodanya laki-laki; percampuran laki-laki dengan wanita; dan
lain-lainnya Inilah dalil-dalil yang mewajibkan hijab (cadar). Maka disini
telah jelas bahwa Menjaga kemaluan hukumnya wajib, sedangkan menutup wajah
termasuk sarana untuk menjaga kemaluan, sehingga hukumnya juga wajib.
Perintah Allah dan Rasul-Nya kepada
wanita untuk berhijab (menutupi diri) dari laki-laki selain mahramnya. Perintah
hijab ini meliputi menutup wajah. Perintah Allah dan Rasul-Nya kepada wanita
untuk memakai jilbab. Jilbab ini meliputi menutup wajah. Perintah Allah kepada
wanita untuk menutupi perhiasannya, ini mencakup menutupi wajah. Ijma yang
mereka nukilkan. Kalau saja wanita diwajinkan untuk menutupi telapak
kaki,leher, atau tanganya karena dikhawatirkan akan menimbulkan godaan dan
fitnah bagi kaum adam, maka menutup wajah adalah lebih wajib. Karena fitnah
yang ditimbulkan oleh wajah lebih besar dibanding tangan atau kadi dan yang
lainya.
Di antara para ulama zaman kini yang
menguatkan pendapat diatas adalah:
- Syaikh Muhammad As-Sinqithi
- Syaikh Abdul Aziz bin Baz
- Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
- Syaikh Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim Al-Jarullah
- Syaikh Bakr Abu Zaid
- Syaikh Mushthafa Al-Adawi dan para ulama lainnya.
([5]) . kumpulan shohihain, shohih bukhari dan muslim oleh
Muhammad bin fatuh al-hamidy, juz 4 halaman 59, hadits 3191, darul ibnu hazam-lobnan-albairuty,
1423-2002, cetakan ke 2. Tahkiknya doctor ali husen al-bawwab
Lihat juga Hirasah Al-Fadhilah,
hal 69, karya Syaikh Bakar bin Abu Zaid, penerbit Darul ‘Ashimah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar