Senin, 16 Juli 2012

07 BANTAHAN TERHADAP SYUBHAT SEPUTAR CADAR (2)


2. SYUBHAT KE-DUA: CADAR ADALAH HUKUMNYA SUNNAH

Sebagian ulama berpendapat bahwa cadar adalah hukumnya sunnah. Dengan mengajukan dalil-dalil dari Al-Qur'an Dan As-Sunnah yang menurut mereka adalah kuat dan akurat. Tapi kalau dilihat secara cermat maka tidaklah kita dapatkan dalil-dalil mereka itu kecuali dho'if dan lemah atau tidak sesuai dengan pembahasan. Oleh karena itu, kami akan paparkan dalil-dalil yang sering mereka gunakaan beserta bantahanya:
Dalil pertama:
Firman Allah Subuhanahu Wata'ala Dalam Qur'an Surat An-Nur ayat 31: 
{وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا...}
"Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa tampak   daripadanya"
               Sa'id bin Manshur, Ibnu Jarir,  Abdullah bin Humaid, Ibnul  Mundzir, dan Al-Baihaqi meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a.  mengenai bunyi ayat tersebut dengan "celak, cincin,  anting-anting, dan kalung."
Jawaban:
Mereka berdalil dengan ayat tersebut dengan berpacuan pada penafsiran Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhu, maka kami akan mengatakan:
1. Bahwa penafsiran Ibnu Abbas tentang ayat ini adalah sebelum turunnya Q.S Al-ahzab ayat 59,  seperti yang dikatakan Ibnu Taimiyah.
2. Bahwa yang dimaksud dengan zinah yang dilarang untuk ditampakkan adalah seperti yang disebutkan ibnu katsir dalam tafsirnya ketika menafsirkan Q.S Al-ahzab ayat 59:
}يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَحِيماً{
Artinya:Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu`min, Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Ibnu Abbas Berkata terhadap ayat ini: allah subuhanahu wata'ala memerintahkan wanita-wanita mukminin untuk menutup wajahnya dengan jilbab dan menyisakan satu mata"[1]
Inilah tafsir  ibnu abbas terhadap  aya t ini. Ingatlah, bahwa perkataan sahabat adalah hujjah. Bahkan sebagian ulama berkata: perkataan ini adalah disandarkan kepada rasulullah shollaallaahu alaaihi wasallam.
Dan perkataan ibnu abbas: " Dan menyisakan satu mata". Ini adalah sebagai rukhshoh (keringanan bagi wanita), agar ia bisa melihat dengan jelas ketika jalan. [2]
3. jika kedua kemungkinan diatas masih mereka tolak maka tidak wajib untuk menerima pendapat sahabat apabila sahabat lain menyelisihinya. Dan jika mereka berbeda pendapat maka yg kita lakukan adalah mentarjih salah satu pendapat dari mereka.
                               Perkataan Ibnu Abbas dalam mentafsirkan Q.S An-Nur ayat 31: {إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا} bertentangan dengan penafsiran Ibnu Mas’ud ketika beliau mentafsirkan ayat tersebut dengan “Selendang, pakaian dan apa saja yang biasa Nampak”. Oleh karena itu kita wajib mencari tarjih dari kedua perkataan itu kemudian beramal dengan yang rojih diantara keduanya.
      Dan disini, setelah kita melihat kedua dalil tersebut maka yang rojih adalah bahwa yang dikasud dengan {إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا} adalah “ kain selendang dan pakaian serta kerudung atau apa saja yang biasa Nampak” . Bukan wajah dan kedua telapak tangan. Akan tetapi wajah dan kedua telapak tangan adalah termasuk aurat bagi wanita yang wajib mereka tutup. Dalil bahwasanya ini yang rojih adalah:
1. Perkataan Ibu Abbas dalam mentafsirkan Q.S Al-ahzab ayat 59
2. Perkataan Ibnu Mas’ud ketika beliau mentafsirkan ayat Q.S An-Nur ayat 31  
3. Perkataan Ibnu Abbas dalam mentafsirkan Qur'an Surat An-Nur ayat 31 ber-tentangan dengan perkataan Ibnu Mas’ud ketika mentafsirkan ayat tersebut.
4. Perkataan Ibnu Abbas dalam mentafsirkan Qur'an Surat An-Nur ayat 31 ber-tentangan dengan perkataannya ketika mentafsirkan Q.S Al-ahzab ayat 59

Dalil kedua:
عَنْ عَائِشَةَ رضى الله عنها أَنَّ أَسْمَاءَ بِنْتَ أَبِى بَكْرٍ دَخَلَتْ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَعَلَيْهَا ثِيَابٌ رِقَاقٌ فَأَعْرَضَ عَنْهَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَقَالَ « يَا أَسْمَاءُ إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتِ الْمَحِيضَ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلاَّ هَذَا وَهَذَا ». وَأَشَارَ إِلَى وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ. قَالَ أَبُو دَاوُدَ هَذَا مُرْسَلٌ خَالِدُ بْنُ دُرَيْكٍ لَمْ يُدْرِكْ عَائِشَةَ رضى الله عنها.
 Artinya: Dari Aisyah Radiyallahu 'Anha Ia Berkata: sesungguhnya Asma' Binti Abu Bakar datang kepada Rasulullah dengan berpakaian tipis, kemudian rasulullah berkata kepadanya: "'Wahai Asma, apabila wanita telah mengeluarkan darah haid (sudah dewasa), maka tidak boleh tampak dari tubuhnya selain ini dan ini,' dan beliau berisyarat kepada wajah dan kedua tangannya”.
Abu daud berkata: ini termasuk mursalnya Khalid, ia belum pernah melihat dan bertemu dengan ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha.[3]
Jawaban:
Hadits ini memiliki beberapa kecacatan:

Pertama: dari sisi Khalid Bin Duraik, Hadits ini sanadnya terputus, oleh karena itu disebut dengan hadits mungqothi’. Dan hadits mungqothi’ adalah termasuk hadits dho’if  yang tidak boleh di amalkan.
Abu hatim juga berkata: haditd ini ma’lul (cacat).

Kedua: Didalam isnadnya juga terdapat Sa’id Bin Basyir.
Imam Ahmad Bin Hambal Berkata: Dia adalah do’if, begitupun yang dikatakan oleh Yahya Ibnu Mu’in dan Yahya Ibnu Al-madiny.
Imam Annasa’I berkata: Dia adalah Do’if

Ketiga: sesungguhnya umur Asma’ Binti Abu Bakar Radhiyallahu Anhuma ketika hijrah Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam adalah 26 tahun, beliau sudah sangat dewasa. Maka satu hal yang sangat mustahil seorang Shohabiyah Jalilah[4] masuk kepada Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi wasallam dengan pakaian yang tipis lagi ketat. Itu termasuk mengurangi akhlaq beliau. Wallahu ‘alam.
Ke empat: sekalipun ini ada yang mengatakan bahwa hadits shohih maka kita akan memahaminya bahwa ini terjadi sebelum turunya ayat hijab. Karena nash-nash tentang hijab diambil dari nash aslinya[5]. Dan nash-nash yang asli tidak mungkin bertentangan dengan yang lainya.

Dalil ke tiga
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ أَنَّ امْرَأَةً جَاءَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ جِئْتُ لِأَهَبَ نَفْسِي لَكَ فَنَظَرَ إِلَيْهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَعَّدَ النَّظَرَ إِلَيْهَا وَصَوَّبَهُ ثُمَّ طَأْطَأَ رَأْسَهُ فَلَمَّا رَأَتْ الْمَرْأَةُ أَنَّهُ لَمْ يَقْضِ فِيهَا شَيْئًا جَلَسَتْ
Artinya: Dari Sahl bin Sa'ad bahwa seorang wanita datang kepada Nabi saw. lalu ia berkata, "Wahai Rasulullah, saya datang hendak memberikan diri saya kepadamu." Lalu Rasulullah saw. melihatnya, lantas menaikkan pandangannya dan mengarahkannya terhadapnya, kemudian menundukkan kepalanya. Ketika wanita itu tahu bahwa Rasulullah saw. tidak berminat kepadanya, maka ia pun duduk. [6]
Jawaban: 
Sesungguhnya ini adalah melihat untuk kepentingan menikah, dan ini adalah sesuatu yang di syari’atkan dalam agama. Itulah yang disebut dengan nadzor ketika khitbah. Melihat langsung sendiri calon istri yang akan dinikahi atau melalui perantaraan mahram atau wali. Semua itu dibolehkan dalam islam.
Imam bukhari berkata: boleh melihat wanita yang hendak dinikahi. Bahkan dalam shohih bukahrinya beliau membuat bab khusus: bab melihat kepada wanita (calon istri) sebelum menikah.[7]

Dalil ke empat:
Perintah kepada Laki-laki untuk Menahan Pandangan. Al-Qur'an dan As-Sunnah menyuruh laki-laki menahan pandangannya: 
1.        Firman Allah: "Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, 'Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat." (Q. S An-Nur: 30)
2.        Sabda Nabi saw.:  "Jaminlah untukku enam perkara, niscaya aku menjamin untuk   kamu surga, yaitu jujurlah bila kamu berbicara, tunaikanlah  jika kamu diamanati, dan tahanlah pandanganmu ...?" 
3.        "Wahai para pemuda, barangsiapa diantara kamu yang telah mampu kawin, maka kawinlah, jika belum mampu maka berpuasalah karena puasa itu lebih dapat  menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan..." (HR al-Jama'ah dari Ibnu Mas'ud)[8]
Kalau seluruh wajah itu harus tertutup dan semua wanita harus memakai cadar, maka apakah arti anjuran untuk menahan pandangan? Dan apakah yang dapat dilihat oleh mata jika wajah itu tidak terbuka yang memungkinkan menarik minat dan dapat menimbulkan fitnah? Dan apa artinya bahwa kawin itu dapat lebih menundukkan pandangan jika mata tidak pernah dapat melihat sesuatu pun dari tubuh wanita?
Jawaban
Semua dalil yang disebutkan mereka diatas adalah shohih. Sungguh tidak ada kecacatan sedikitpun didalam dalil-dalil itu. Akan tetapi orang-orang yang berhujjah dengan dalil-dalil itulah yang salah mengghunakannya.
Kita berbicara tentang cadar, bukan masalah memelihara pandangan. Bercadar adalah wajib seperti halnya wajib bagi laki-laki dan wanita yang beriman untuk menahan pandanganya. Jika mereka berhujjah seperti diatas maka kami akan katakan:
1.  masalah cadar dan menahan pandangan adalah bukan satu permasalahan, akan tetapi dua permasalahan yang memiliki dalil masing-masing. Dan kedua-duanya adalah hukumnya wajib.
2. perintah untuk menahan pandangan bukan hanya untuk laki-laki, akan tetapi juga untuk wanita yang beriman.
3. perintah menahan pandangan bagi laki-laki yang beriman adalah agar mereka selamat dari fitnah yang ditimbulkan oleh wanita, baik itu fitnah dari bentuk tubuh wanita, pakaianya, atau gerak-gerik  jalan wanita, yang dimana semua itu tidak bisa dinafikan akan menimbulkan fitnah bagi laki-laki. Oleh karena itu allah memerintahkan agar mereka memelihara pandanganya.
4. Rasulullah Shollallahui ‘alaihi wasallam memerintahkan pemuda yang sudah mencapai derajat untuk harus menikah tapi ia belum bisa menikah maka hendaknya berpuasa karena itu lebih menjaga pandangan dan kemaluan. Yaitu pandangan yang menimbulkan hasrat sehingga jatuh pada perbuatan zina. Karena jika seorang pemuda sudah snagat ingin menikah maka sangat sulit baginya untuk menahan pandanganya, oleh karena itu berpuasa akan membantunya dalam menundukkan pandangan dan menjaga kemaluanya agar tidak jatuh dalam perbuatan zina.
5. memandang wanita yang bukan mahram akan menjadikan hasrat seorang pemuda naik. Oleh karena itu jika seorang tidak sengaja memandang wanita maka hendaknya ia segela memalingkan wajhnya, dan tidak memandangnya lagi. Dan jika seorang suami terfitnah karena memandang wanita maka hendaknya ia kembali kepada istrinya. Itu semua perinyah Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam dalam haditsnya, sebagaimana yang kami paparkan didalam pembahasan sebelumnya.

Dalil ke lima:
Kalimat kecantikan, menarik hati dan menahan pandangan yang terdapat dalam ayat atau hadits yang berkaitan dengan masalah ini.
1. Artinya:"Tidak halal bagimu mengawini perempuan-   perempuan sesudah itu dan tidak boleh (pula) mengganti mereka dengan istri-istri (yang lain), meskipun kecantikannya menarik hatimu..." (al-Ahzab: 52)
Maka dari manakah laki-laki akan tertarik kecantikan wanita kalau tidak ada kemungkinan melihat wajah yang sudah disepakati merupakan pusat kecantikan wanita?
Jawaban:
               Betul bahwa kecantikan itu lebih kepada wajah, akan tetapi itu bukan satu-satunya yang dipandang oleh laki-laki. Seorang akan berkata, bahwa wanita yang memiliki bentuk tubuh yang ideal itu juga adalah cantik, dan laki-laki akan tertarik kepadanya.
               Kecantikan wanita juga bisa dilihat melalui warna kulit hidung yang Nampak tehadap wanita. Juga bisa dilihat dari akhlak serta tata cara ketika ia bertutur.
               Jadi, Seorang laki-laki akan bisa terfitnah hanya sekedar melihat seorang wanita. Bahkan ketika sekedar melihat pakaian wanita akan terfitnah. Karena memang wanita ketika keluar rumah akan selalu dihiasi oleh syetan dari depan dan belakang agar menjadi fitnah bagi laki-laki, Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam Bersabda:
Artinya: Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Muslim, dan Abu Daud dari Jabir bahwa Nabi saw. Pernah melihat seorang wanita lalu beliau tertarik kepadanya, kemudian beliau mendatangi Zainab - istrinya - yang waktu itu sedang menyamak kulit, kemudian beliau melepaskan hasratnya, dan beliau bersabda:   "Sesungguhnya wanita itu datang dalam gambaran setan dan pergi dalam gambaran setan. Maka apabila salah seorang diantara kamu melihat seorang wanita lantas ia tertarõk  kepadanya, maka hendaklah ia mendatangi istrinya, karena  yang demikian itu dapat menghalangkan hasrat yang ada dalam hatinya itu." (HR Muslim)
 
Jadi, muka adalah bukan satu-satunya yang menjadi tolak ukur bagi laki-laki untuk menilai bahwa wanita itu cantik atau tidak. Bahkan seorang lelaki bisa melihat kecantikan wanita dari akhlaknya. Baik itu melalu berita dari orang tuanya atau dari orang yang terdekat dengan wanita itu.
 
Dalil ke enam:   
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ قَالَ : كَانَ الْفَضْلُ بْنُ عَبَّاسٍ رَدِيفَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَجَاءَتْهُ امْرَأَةٌ مِنْ خَثْعَمَ تَسْتَفْتِيهِ فَجَعَلَ الْفَضْلُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا وَتَنْظُرُ إِلَيْهِ فَجَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصْرِفُ وَجْهَ الْفَضْلِ إِلَى الشِّقِّ الآخَرِ قَالَتْ : يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ فَرِيضَةَ اللَّهِ عَلَى عِبَادِهِ فِى الْحَجِّ أَدْرَكَتْ أَبِى شَيْخًا كَبِيرًا لاَ يَسْتَطِيعُ أَنْ يَثْبُتَ عَلَى الرَّاحِلَةِ أَفَأَحُجُّ عَنْهُ؟ قَالَ :« نَعَمْ ». وَذَلِكَ فِى حَجَّةِ الْوَدَاعِ.
Artinya: Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhu. Adalah Al-fadhl Ibnu abbas bonceng bersama Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam kemudian datanglah seorang wanita dari Khats'am meminta fatwah kepada Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam. "Kemudian al-Fadhl melirik wanita itu, dan ternyata dia seorang wanita yang cantik. Rasulullah saw. lantas memalingkan wajah al-Fadhl ke arah lain. Wanita itu bertanya: ya Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam ! sesungguhnya allah telah mewajibkan kepada hambanya untuk haji dan ayahku telah usia lanjut tidak mampu lagi untuk melakukan perjalanan, bolehkan aku menghajikan untuknyitu adalah ketika haji wada’a?, Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam  menjawab: iya, boleh. "[9]
Jawaban:
Hadits ini tidak menunjukkan bahwa boleh memandang wajah wanita yang bukan mahram. Karena ketika Al-fadhl memandang wanita itu Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam  langsung memalingkan wajah Al-fadhl.
- Imam Nawawi Berkata didalam Syarah Shohih Muslim: dari faidah hadits ini adalah haram memandang wanita yang bukan mahram (wanita ajnabiyah)
- Ibnu Hajar Al-asqalani Berkata dalam Fathul Bary Syarah Shohih Imam Bukhari:  Dari faedah hadits ini adalah dilarang memandang wanita yang bukan mahram (wanita ajnabiyah), dan hendaknya menjaga pandangan dari mereka.
- ‘Iyadh : sebagian orang mengatakan bahwa memakai cadar adalah tidak wajib kecuali dalam keadaan fitnah, maka saya akan mengatakan: bahwa cadar adalah wajib, dalilnya adalah perbuatan Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam dalam memalinghkan wajah Al-fadhl tersebut, jika ada yang bertanya: kenapa Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam tidak memerintahkan wanita tersebut untuk menutup wajahnya? Maka jawabanya adalah:
a. Bahwa hadits tersebut pada dzohirnya adalah wanita tersebut dalam keadaan haji, dalam keadaan muhrimah. Dan wanita yang dalam keadaan muhrimah tidak boleh menutup wajah dan kedua teklapak tangannya.
b. Atau Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam telah menyuruhnya setelah itu. Tidak adanya penjelasan dari hadits tersebut bukan berarti Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam tidak memerintahkan wanita tersebut untuk menutup wajahnya didepan laki-laki yang bukan mahramnya. Karena Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam adalah tidak mungkin membiarkan kemungkaran begitu saja. Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam yang diriwayatkan muslim dan abu daud:
عن جرير بن عبدالله البجلي رضي الله عنه قال: سألت رسول الله صلى الله عليه وسلّم، عن نظرة الفجاءة فقال: «اصرف بصرك» أو قال فأمرني أن أصرف بصري.
Artinya: dari jarir bin Abdullah al-bajaly radhiyallahu ‘anhu ia berkata: aku bertanya kepada Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam tentang memandang secara tiba-tiba, kemudian beliau menjawab: palingkan pandanganmu. atau beliau memerintahkan saya untuk memalingkan pandanganku:.
Untuk orang-orang yang mengaakan bahwa menutup wajah bagi wanita adalah tidak wajib kecuali ada fitnah maka kami menjawab bahwa tidak ada dari para sahabat atau dari para tabi’in yang mengecualikan seperti ini. Jika memang ada, maka zaman kita sekarang adalah zaman yang penuh dengan fitnah, oleh karena itu bercadar seharusnya sudah menjadi lebih wajib.

Dalil Ketujuh:
Perintah Mengulurkan Kerudung ke Dada, bukan ke Wajah, Allah berfirman:
   "... Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya   ..." (an-Nur: 31 Seandainya menutup muka itu wajib, niscaya dijelaskan dengan tegas oleh ayat itu dengan memerintahkan wanita menutup wajahnya, sebagaimana dengan tegas ayat itu memerintahkan mereka menutup dadanya.
Jawaban:
1. Telah jelas Allah berfirman: “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya”. Tidak disebutkan kecuali muka. Lalu ta’wil dari mana yang mereka ambil sehingga harus menyisakan muka?
2. Satu hal yang mustahil perintah mengulurkan jilbab mulai dari kepala sampai dada kemudian mengecualikan muka? Ma’adzallah, tidak ada para sahabat atau para ta’bi’in yang memahami ayat ini seperti yang mereka pahami.
3. jika ada yang berkata: tutuplah kaki sampai pinggulmu, lalu apakah ada yang akan memahami kecuali betis? Itu adalah pemahaman yang kurang terhadap satu perintah.
 
Dalil ke-Delapan: 
Hadits yang diriwayatkan dalam ash-Shahih dari Jabir bin Abdullah, dia berkata: Saya hadir bersama Rasulullah saw. pada hari raya (Id), lalu beliau memulai shalat sebelum khutbah. Kemudian beliau berjalan hingga tiba di tempat kaum wanita, lantas beliau menasihati dan mengingatkan mereka seraya bersabda: "Bersedekahlah kamu karena kebanyakan kamu adalah  umpan neraka Jahanam." Lalu berdirilah seorang wanita yang   baik yang kedua pipinya berwarna hitam kemerah-merahan, lalu ia bertanya, "Mengapa, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Karena kamu banyak mengeluh dan mengkufuri pergaulan (dengan suami)." Jabir berkata, “mereka menyedekahkan perhiasan mereka, melemparkan anting-anting dan cincin mereka ke pakaian Bilal."
Maka, dari manakah Jabir mengetahui bahwa pipi wanita itu hitam kemerah-merahan kalau wajahnya tertutup dengan cadar?
Jawaban:
1. Disini mengandung kemungkinan bahwa kisah ini terjadi setelah turunya ayat hijab. Karena dalil-dalil yang menunjukkan wajibnya bercadar adalah sangat kuat dan diriwayatkan secara mutawatir. Seperti yang telah kami paparkan sebelumnya yaitu dipembahasan dalil-dalil wajibnya bercadar. Maka semua dalil yang mengisahkan seperti diatas kita akan memahaminya bahwa itu terjadi sebelum turunya ayat hijab. Karena syari’at allah tidak mungkin bertentangan antara satu sama lain.
2. shalat ‘id disyari’atkan sejak tahun 2 hijriyah, sedangkan ayat hijab turun tahun 5 atau 6 hijriyah. Jadi, kisah ini mengandung kemungkinan terjadi sebelum turunya ayat hijab. Karena setelah turunya ayat hijab, maka Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam mewajibkan semua istri-istrinya dan semu istrtri serta wanita-wanita yang beriman untuk memakai cadar. kecuali
3. Didalam hadits tersebut tidak disebutkan apakah wanita itu budak atau merdeka. Karena hanya wanita budak yang boleh membuka wajahnya. Seperti yang telah kami jelaskan sebelumnya tentang sebab turunya Q.S Al-Ahzab : 59, di dalil pertama tentang wajibnya cadar. 


([1])  Tafsir ibnu abi hatim ar-razi (W 327 H), tafsir Q.S Al-ahzab Ayat 59, juz 13   halaman 1, cetakan perpustakaan al-ashoriyyah-mesir
([2])  Tafsir abul hasan ali bin Muhammad bin habib al-mawardy al-bashry (annuktu wal-uyun), Q.S Al-ahzab,  juz 4 halaman 423, percetakan darul kutub al-alamiyah-albairut/lobnan
([3])  H.R Abu Daud, Hadits Nomor 4106), hadits mursal termasuk hadits do’if.
([4])  Sahabat yang mulia
([5])  Dalil yang shorih dan shohih serta tsabit.
([6])  Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari hadits no 5030 dan  nasa’I hadits no 3339
([7]بَاب النَّظَر إِلَى الْمَرْأَة قَبْل التَّزْوِيج
([8]) Bukhari, hadits  no 5066. Muslim, hadits no 1400. Ibnu majah, hadits no 1845, nasa’I hadits no 2238
([9]) H.R Bukhari (1/464 dan 4/172) , Muslim (4/101), Malik  (1/359/97), As-syafi’I (1/287), Abu Daud (1809), An-nasa’I (1/4 dan 5) Tirmidzi (1/174), Ibnu Majah (2909), Addarimi (2/39-40 dan 41), Al-baihaqi (4/328), Ahmad (1/212 dan 359).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar